Senin, 20 Januari 2014

Manusia dan Kebudayaan Indonesia

KEPERCAYAAN SEBAGIAN MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP HAL-HAL MISTIS

Perkembangan masyarakat Indonesia sejak zaman dulu, selalu di warnai dengan nuansa-nuansa magis, kepercayaan pada hal-hal irasional, dan selanjutnya berbaur dengan nilai-nilai religius. Pada titik tertentu bahkan hal-hal yang mistis tersebut mampu melampaui realitas sebenarnya. Pada masa sebelum datangnya agama Hindu ataupun Budha, kepercayaan masyarakat nusantara pada waktu itu adalah animisme dan dinamisme. Hal ini menjadi dasar terbentuknya pandangan-pandangan awal mengenai kepercayaan bangsa Indonesia terhadap hal-hal yang berbau magis ataupun hal-hal gaib. Kepercayaan itu bahkan sudah ditanamkan sejak kecil melalui cerita-cerita tradisional. Memang kebanyakan kepercayaan seperti itu masih kental di daerah-daerah yang lebih tradisional. Tetapi, tidak terkecuali daerah-daerah perkotaan yang meskipun sudah mengenal teknologi-teknologi canggih untuk tetap mempercayai hal-hal mistis dan gaib.
Nuansa mistik yang melingkupi masyarakat terlihat dari pengkultusan seorang raja yang dianggap memiliki kekuatan supranatural, bahkan ada yang menobatkan sebagai manusia setengah dewa. Sang raja diyakini memiliki kekuatan khusus, lebih dari masyarakat biasa, dan harus dihormati melalui tata cara tersendiri, yang membedakan kesetaraan manusia. Contohnya, di Jawa ada larangan bagi masyarakat untuk melihat langsung wajah raja. Nuansa lain terlihat dari kepercayaan masyarakat terhadap benda-benda pusaka, tempat-tempat yang dikeramatkan, ilmu-ilmu magis, dan upacara-upacara sesembahan sebagai bentuk keyakinan adanya makhluk gaib.
Masyarakat yang sudah mencapai tahap berpikir positif pun ternyata masih membawa nilai ketradisionalannya, termasuk kepercayaan pada hal-hal yang irasional dan berbau mistik. Bukti konkrit terlihat dari kenyataan di masyarakat, dimana seseorang yang sudah menduduki jabatan penting, berpendidikan tinggi, ternyata masih memerlukan datang ke seorang dukun untuk minta kelanggengan jabatan.
Masyarakat yang mempercayai hal-hal gaib, bahkan cenderung “menuhankannya” merupakan ciri khas masyarakat Indonesia. Mereka masih percaya pada benda-benda keramat, seperti kekuatan keris pusaka, sumur keramat para Wali Songo. Bahkan masyarakat sampai sekarang masih mempercayai keramat pada tongkat Soekarno, mantan Presiden RI. Kita juga lihat kepercayaan pada Nyi Roro Kidul di Pantai Selatan Jawa, kekeramatan kuburan di Bukit Siguntang, tuah yang melekat pada makam Kyai Merogan di Kertapati Palembang, dan banyak lagi contoh lainnya. Hal ini seperti menjadi ciri khas yang sudah melekat di sebagian besar masyarakat. Sulit menghapusnya, karena ini sudah berlangsung dari zaman pra sejarah sampai sekarang. Penanaman nilai-nilai tersebut juga terus dilakukan, terutama dari generasi tua ke generasi penerusnya. Pada konteks inilah kita bisa lihat kedekatan masyarakat terhadap hal-hal mistik dan mengandung nilai magis merupakan perjalanan sejarah yang terus berlanjut sampai sekarang. Masuknya nilai-nilai agama ke masyarakat menciptakan nuansa tersendiri yang kemudian membungkus hal-hal mistik tersebut dalam sampul agama. Karena itulah kemudian lahir prilaku-prilaku mistik dengan ritual-ritual agama. Seperti penggunaan kemenyan dalam tahlilan dianggap sebagai cara ampuh agar do’a sampai kepada Tuhan. Agama tidak berhasil menghapus kepercayaan masyarakat tentang hal mistis ini. Maka cerita soal setan dan sebagainya dikisahkan turun temurun seperti babi ngepet atau tuyul, sosok balita yang dikenal jago mencuri uang. Dikisahkan orang yang memelihara tuyul akan bisa cepat kaya dengan cepat. Yang lebih seram adalah pesugihan dengan tumbal. Orang yang mau kaya dengan cara ini menukar kekayaannya dengan nyawa orang-orang terdekatnya. Belasan tahun lalu beredar cerita di Bandung, seorang pengusaha bus kaya raya dengan menandatangani perjanjian dengan setan. Setiap bulan dia menyetor satu nyawa untuk ditukar dengan harta.
Dalam konteks masyarakat modern dewasa ini, gejala tersebut menjadi menarik untuk diperbincangkan. Apalagi ritual mistik dan tempat-tempat yang dianggap keramat kemudian ditayangkan di media massa dan menjadi komoditi yang punya nilai jual tinggi. Di satu sisi ini menunjukkan konteks kreatifitas siaran yang selalu berorientasi profit, namun di sisi lain dapat semakin memperkokoh kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal gaib dan mistis sehingga berpotensi besar memberi jarak terhadap keyakinan pada adanya kekuatan lain (Tuhan) yang berkuasa.
Contoh kasus kebudayaan daerah di Indonesia:
·         Masyarakat asli jawa mempercayai adanya kehidupan yang tak kasat mata, selain kehidupan manusia, hal ini terjadi karena kebudayaan asli Jawa yang lebih cenderung pada paham animisme dan dinamisme. Masyarakat jawa mempercayai adanya suatu kekuatan ghaib, yang dapat membantu mereka. Hal ini bisa di buktikan dari peninggalan-peninggalan nenek moyang masa lampau seperti, dolmen tempat untuk memuja dan memberikan sesajen untuk para dewa-dewa. Masyarakat asli Jawa, mempercayai kehidupan-kehidupan yang berbau mistik. Dunia mistik yang sudah menjadi ajaran selama ribuan tahun di pulau Jawa ini dikenal dengan nama kejawen. Kejawen merupakan suatu konsep hidup yang melingkupi lahir batin material spiritual. Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut oleh suku Jawa. Nama kejawen bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum kejawen bukanlah agama. Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian sebagai Agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku.
·         Kepercayaan terhadap jenglot, Jenglot adalah figur berbentuk manusia yang berukuran kecil, berkulit gelap dengan tekstur kasar, berwajah seperti tengkorak dan bertaring mencuat, serta memiliki rambut dan kuku yang panjang. Jenglot ditemukan di beberapa wilayah di nusantara, misalnya Jawa, Kalimantan,dan Bali. Jenglot dipercaya memiliki kekuatan mistis dan memakan darah manusia. Masyarakat Indonesia meyakini jenglot sebagai makhluk yang memiliki kekuatan mistik dan dapat mengundang bencana.
·         Mitos seputar pesugihan Gunung kawi, terutama oleh mereka yang sudah merasakan "berkah" berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka. Biasanya lonjakan pengunjung yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi (hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan. Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini menunjukan symbol bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum berdoa.
·         Kepercayaan terhadap batu akik, Batu akik digandrungi banyak orang rupanya bukan melulu karena keindahannya. Ada juga yang membeli, mengoleksi, merawat, bahkan mati-matian memburunya lantaran mempercayai kekuatan gaib yang tersimpan di dalamnya. Disebutkan, batu akik tersebut diputar-putarkan di atas sekerat roti. Pada saat yang sama, mulut mesti berkomat-kamit mengucapkan mantra. Selain itu, si pasien diminta menghabiskan roti yang telah dimantrai. Seketika, katanya, sembuhlah dia.
·         Kepercayaan terhadap guna-guna, santet, dan pelet. Tidak dipungkiri di jaman modern seperti ini masih banyak masyarakat Indonesia yang mempercayai kekuatan tersebut. Santet, guna-guna, atau pelet adalah melukai orang lain tanpa harus bertemu dengan orang tersebut yaitu melalui dukun-dukun yang memiliki keahlian tersebut.
·         Kepercayaan terhadap jimat. Sebagian masyarakat kita masih memelihara kepercayaan terhadap benda-benda mati. Mereka menganggap bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan, kesaktian, atau keistimewaan yang sangat dahsyat, sehingga bisa dijadikan sebagai jimat, senjata, atau yang lainnya. Bahkan kita jumpai para pedagang yang menjual jimat model ini di daerah-daerah tertentu. Atau keyakinan sebagian orang bahwa pusaka peninggalan kerajaan seperti keris, tombak, atau kereta raja memiliki kekuatan mistis tertentu yang dapat memberikan perlindungan ghaib kepada pemiliknya. Inilah realita sebagian masyarakaat Indonesia di tengah gemerlap modernisasi kehidupan dunia ini, ternyata masih ada orang-orang yang ketergantungan terhadap benda mati atau jimat, dan mendarah daging dalam kehidupannya.
·         Menyiapkan sesajen untuk meminta hujan. Beberapa kelompok masyarakat di Indonesia kerap menyiapkan sesajen yang berupa berbagai macam makanan untuk meminta hujan. Biasanya mereka membawa sesajen tersebut ke tengah laut atau di bagikan pada masyarakat di desa tersebut. Kepercayaan ini berlangsung turun temurun sejak jaman dahulu hingga saat ini.
·         Percaya terhadap mitos. “Jangan duduk di pintu karena bisa balik lamarannya atau susah rejekinya”, “kalau nyapu tidak bersih maka akan dapat suami brewok”, “perempuan dilarang tidur tengkurap karena bisa susah dapat jodoh”, “jangan mengintip nanti mata menjadi bintit”, “jangan duduk di atas bantal nanti bokongnya bisulan”, “jangan duduk di atas meja nanti banyak hutang”, “manuk prenjak pager (burung prenjak berkicau-kicau), orang jawa percaya jika ada burung prenjak yang hinggap di depan rumah atau di samping kanan rumah maka akan kedatangan tamu istimewa yang membawa kebaikan namun jika burung prenjak hinggap di belakang rumah atau di samping kiri rumah maka akan kedatangan tamu yang membawa petaka”, “manuk gagak mider-mider (burung gagak berputar-putar di atas rumah) konon jika ada burung gagak yang berkicau dan berputar-putar di atas rumah maka akan ada salah satu penghuni rumah tersebut yang meninggal, “menabrak kucing, konon jika seseorang menabrak kucing lalu ditinggalkan begitu saja maka akan mendapatkan celaka, untuk mencegah celaka tersebut biasanya orang yang menabrak akan membungkus kucing dengan baju yang sedang dipakai lalu diletakan di pinggir jalan”, “jika bertemu pocong kemudian pocong tersebut meludahi maka orang yang di ludahi akan segera meninggal”, “orang yang meninggal hari jumat legi atau jumat keliwon maka kuburannya harus dijaga selama 7 atau 40 hari, karena jika tidak dijaga kain kafannya akan dicuri dan di percaya dapat membuat orang yang memakainya tidak terlihat oleh orang”. Namun hal-hal tersebut hanya sebuah mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya masyarakat jawa.
Kepercayaan-kepercayaan tersebut ada hingga saat ini karena orang tua mereka sudah menanamkannya sejak mereka kecil sehinngga kepercayaan tersebut begitu melekat walaupun jaman sudah modern. Ditambah lagi dengan maraknya media seperti televisi yang kerap menayangkan acara-acara mistis atau film-film horror yang mengangkat kisah mitos-mitos yang berkembang di Indonesia semakin melanggengkan kepercayaan terhadap hal-hal mistis tersebut. Namun yang semakin membuat masyarakat mempercayai hal-hal tersebut adalah mitos tersebut kerap terjadi di kehidupan nyata entah itu sebuah kebetulan.

Ada baiknya jika kita berpikir secara rasional dan positif serta di barengi dengan iman dan kepercayaan terhadap Tuhan agar hidup kita tidak tersesat terhadap hal-hal yang negatif dan tetap berada pada jalan yang diridhoi oleh Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar