KEPERCAYAAN SEBAGIAN MASYARAKAT INDONESIA
TERHADAP HAL-HAL MISTIS
Perkembangan masyarakat Indonesia sejak zaman
dulu, selalu di warnai dengan nuansa-nuansa magis, kepercayaan pada hal-hal
irasional, dan selanjutnya berbaur dengan nilai-nilai religius. Pada titik
tertentu bahkan hal-hal yang mistis tersebut mampu melampaui realitas
sebenarnya. Pada masa
sebelum datangnya agama Hindu ataupun Budha, kepercayaan masyarakat nusantara
pada waktu itu adalah animisme dan dinamisme. Hal ini menjadi dasar terbentuknya
pandangan-pandangan awal mengenai kepercayaan bangsa Indonesia terhadap hal-hal
yang berbau magis ataupun hal-hal gaib. Kepercayaan itu bahkan sudah ditanamkan
sejak kecil melalui cerita-cerita tradisional. Memang kebanyakan kepercayaan
seperti itu masih kental di daerah-daerah yang lebih tradisional. Tetapi, tidak
terkecuali daerah-daerah perkotaan yang meskipun sudah mengenal
teknologi-teknologi canggih untuk tetap mempercayai hal-hal mistis dan gaib.
Nuansa mistik yang melingkupi masyarakat
terlihat dari pengkultusan seorang raja yang dianggap memiliki kekuatan
supranatural, bahkan ada yang menobatkan sebagai manusia setengah dewa. Sang
raja diyakini memiliki kekuatan khusus, lebih dari masyarakat biasa, dan harus
dihormati melalui tata cara tersendiri, yang membedakan kesetaraan manusia.
Contohnya, di Jawa ada larangan bagi masyarakat untuk melihat langsung wajah
raja. Nuansa lain terlihat dari kepercayaan masyarakat terhadap benda-benda
pusaka, tempat-tempat yang dikeramatkan, ilmu-ilmu magis, dan upacara-upacara
sesembahan sebagai bentuk keyakinan adanya makhluk gaib.
Masyarakat yang sudah mencapai tahap berpikir
positif pun ternyata masih membawa nilai ketradisionalannya, termasuk
kepercayaan pada hal-hal yang irasional dan berbau mistik. Bukti konkrit
terlihat dari kenyataan di masyarakat, dimana seseorang yang sudah menduduki
jabatan penting, berpendidikan tinggi, ternyata masih memerlukan datang ke
seorang dukun untuk minta kelanggengan jabatan.
Masyarakat yang mempercayai hal-hal gaib,
bahkan cenderung “menuhankannya” merupakan ciri khas masyarakat Indonesia.
Mereka masih percaya pada benda-benda keramat, seperti kekuatan keris pusaka,
sumur keramat para Wali Songo. Bahkan masyarakat sampai sekarang masih
mempercayai keramat pada tongkat Soekarno, mantan Presiden RI. Kita juga lihat
kepercayaan pada Nyi Roro Kidul di Pantai Selatan Jawa, kekeramatan kuburan di
Bukit Siguntang, tuah yang melekat pada makam Kyai Merogan di Kertapati
Palembang, dan banyak lagi contoh lainnya. Hal ini seperti menjadi ciri khas
yang sudah melekat di sebagian besar masyarakat. Sulit menghapusnya, karena ini
sudah berlangsung dari zaman pra sejarah sampai sekarang. Penanaman nilai-nilai
tersebut juga terus dilakukan, terutama dari generasi tua ke generasi
penerusnya. Pada konteks inilah kita bisa lihat kedekatan masyarakat terhadap
hal-hal mistik dan mengandung nilai magis merupakan perjalanan sejarah yang
terus berlanjut sampai sekarang. Masuknya nilai-nilai agama ke masyarakat
menciptakan nuansa tersendiri yang kemudian membungkus hal-hal mistik tersebut
dalam sampul agama. Karena itulah kemudian lahir prilaku-prilaku mistik dengan
ritual-ritual agama. Seperti penggunaan kemenyan dalam tahlilan dianggap
sebagai cara ampuh agar do’a sampai kepada Tuhan. Agama tidak berhasil menghapus
kepercayaan masyarakat tentang hal mistis ini. Maka cerita soal setan dan
sebagainya dikisahkan turun temurun seperti babi ngepet atau tuyul, sosok
balita yang dikenal jago mencuri uang. Dikisahkan orang yang memelihara tuyul
akan bisa cepat kaya dengan cepat. Yang lebih seram adalah pesugihan
dengan tumbal. Orang yang mau kaya dengan cara ini menukar kekayaannya dengan
nyawa orang-orang terdekatnya. Belasan tahun lalu beredar cerita di Bandung,
seorang pengusaha bus kaya raya dengan menandatangani perjanjian dengan setan.
Setiap bulan dia menyetor satu nyawa untuk ditukar dengan harta.
Dalam konteks masyarakat modern dewasa ini,
gejala tersebut menjadi menarik untuk diperbincangkan. Apalagi ritual mistik
dan tempat-tempat yang dianggap keramat kemudian ditayangkan di media massa dan
menjadi komoditi yang punya nilai jual tinggi. Di satu sisi ini menunjukkan
konteks kreatifitas siaran yang selalu berorientasi profit, namun di sisi lain
dapat semakin memperkokoh kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal gaib dan
mistis sehingga berpotensi besar memberi jarak terhadap keyakinan pada adanya
kekuatan lain (Tuhan) yang berkuasa.
Contoh kasus kebudayaan daerah di Indonesia:
·
Masyarakat
asli jawa mempercayai adanya kehidupan yang tak kasat mata, selain kehidupan
manusia, hal ini terjadi karena kebudayaan asli Jawa yang lebih cenderung pada
paham animisme dan dinamisme. Masyarakat jawa mempercayai adanya suatu kekuatan
ghaib, yang dapat membantu mereka. Hal ini bisa di buktikan dari
peninggalan-peninggalan nenek moyang masa lampau seperti, dolmen tempat untuk
memuja dan memberikan sesajen untuk para dewa-dewa. Masyarakat asli Jawa,
mempercayai kehidupan-kehidupan yang berbau mistik. Dunia mistik yang sudah
menjadi ajaran selama ribuan tahun di pulau Jawa ini dikenal dengan nama
kejawen. Kejawen merupakan suatu konsep hidup yang melingkupi lahir batin
material spiritual. Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut oleh
suku Jawa. Nama kejawen bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar
ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum kejawen bukanlah agama.
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam
pengertian sebagai Agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih
melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi
dengan sejumlah laku.
·
Kepercayaan
terhadap jenglot, Jenglot adalah figur berbentuk manusia yang berukuran kecil, berkulit
gelap dengan tekstur kasar, berwajah seperti tengkorak dan bertaring mencuat,
serta memiliki rambut dan kuku yang panjang. Jenglot ditemukan di beberapa
wilayah di nusantara, misalnya Jawa, Kalimantan,dan Bali. Jenglot dipercaya
memiliki kekuatan mistis dan memakan darah manusia. Masyarakat Indonesia
meyakini jenglot sebagai makhluk yang memiliki kekuatan mistik dan dapat
mengundang bencana.
·
Mitos
seputar pesugihan Gunung kawi, terutama oleh mereka yang
sudah merasakan "berkah" berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi
kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka. Biasanya
lonjakan pengunjung yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi (hari
pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang
Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi
selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan. Di dalam
bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta
disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini
menunjukan symbol bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum berdoa.
·
Kepercayaan terhadap batu akik, Batu akik digandrungi banyak orang
rupanya bukan melulu karena keindahannya. Ada juga yang membeli, mengoleksi,
merawat, bahkan mati-matian memburunya lantaran mempercayai kekuatan gaib yang
tersimpan di dalamnya. Disebutkan, batu akik tersebut diputar-putarkan di atas
sekerat roti. Pada saat yang sama, mulut mesti berkomat-kamit mengucapkan
mantra. Selain itu, si pasien diminta menghabiskan roti yang telah dimantrai.
Seketika, katanya, sembuhlah dia.
·
Kepercayaan
terhadap guna-guna, santet, dan pelet. Tidak dipungkiri di jaman modern seperti
ini masih banyak masyarakat Indonesia yang mempercayai kekuatan tersebut.
Santet, guna-guna, atau pelet adalah melukai orang lain tanpa harus bertemu
dengan orang tersebut yaitu melalui dukun-dukun yang memiliki keahlian
tersebut.
·
Kepercayaan terhadap jimat. Sebagian masyarakat kita masih
memelihara kepercayaan terhadap benda-benda mati. Mereka menganggap bahwa benda
mati tertentu memiliki kekuatan, kesaktian, atau keistimewaan yang sangat
dahsyat, sehingga bisa dijadikan sebagai jimat, senjata, atau yang
lainnya. Bahkan kita jumpai para pedagang yang menjual jimat model ini di
daerah-daerah tertentu. Atau keyakinan sebagian orang bahwa pusaka peninggalan
kerajaan seperti keris, tombak, atau kereta raja memiliki kekuatan mistis
tertentu yang dapat memberikan perlindungan ghaib kepada pemiliknya. Inilah
realita sebagian masyarakaat Indonesia di tengah gemerlap modernisasi kehidupan
dunia ini, ternyata masih ada orang-orang yang ketergantungan terhadap benda
mati atau jimat, dan mendarah daging dalam kehidupannya.
·
Menyiapkan
sesajen untuk meminta hujan. Beberapa kelompok masyarakat di Indonesia kerap
menyiapkan sesajen yang berupa berbagai macam makanan untuk meminta hujan. Biasanya
mereka membawa sesajen tersebut ke tengah laut atau di bagikan pada masyarakat
di desa tersebut. Kepercayaan ini berlangsung turun temurun sejak jaman dahulu
hingga saat ini.
·
Percaya
terhadap mitos. “Jangan duduk di pintu karena bisa balik lamarannya atau susah
rejekinya”, “kalau nyapu tidak bersih maka akan dapat suami brewok”, “perempuan
dilarang tidur tengkurap karena bisa susah dapat jodoh”, “jangan mengintip
nanti mata menjadi bintit”, “jangan duduk di atas bantal nanti bokongnya
bisulan”, “jangan duduk di atas meja nanti banyak hutang”, “manuk prenjak pager
(burung prenjak berkicau-kicau), orang jawa percaya jika ada burung prenjak
yang hinggap di depan rumah atau di samping kanan rumah maka akan kedatangan
tamu istimewa yang membawa kebaikan namun jika burung prenjak hinggap di
belakang rumah atau di samping kiri rumah maka akan kedatangan tamu yang
membawa petaka”, “manuk gagak mider-mider (burung gagak berputar-putar di atas
rumah) konon jika ada burung gagak yang berkicau dan berputar-putar di atas
rumah maka akan ada salah satu penghuni rumah tersebut yang meninggal, “menabrak
kucing, konon jika seseorang menabrak kucing lalu ditinggalkan begitu saja maka
akan mendapatkan celaka, untuk mencegah celaka tersebut biasanya orang yang
menabrak akan membungkus kucing dengan baju yang sedang dipakai lalu diletakan
di pinggir jalan”, “jika bertemu pocong kemudian pocong tersebut meludahi maka
orang yang di ludahi akan segera meninggal”, “orang yang meninggal hari jumat
legi atau jumat keliwon maka kuburannya harus dijaga selama 7 atau 40 hari,
karena jika tidak dijaga kain kafannya akan dicuri dan di percaya dapat membuat
orang yang memakainya tidak terlihat oleh orang”. Namun hal-hal tersebut hanya
sebuah mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat jawa.
Kepercayaan-kepercayaan
tersebut ada hingga saat ini karena orang tua mereka sudah menanamkannya sejak
mereka kecil sehinngga kepercayaan tersebut begitu melekat walaupun jaman sudah
modern. Ditambah lagi dengan maraknya media seperti televisi yang kerap
menayangkan acara-acara mistis atau film-film horror yang mengangkat kisah
mitos-mitos yang berkembang di Indonesia semakin melanggengkan kepercayaan
terhadap hal-hal mistis tersebut. Namun yang semakin membuat masyarakat
mempercayai hal-hal tersebut adalah mitos tersebut kerap terjadi di kehidupan
nyata entah itu sebuah kebetulan.
Ada
baiknya jika kita berpikir secara rasional dan positif serta di barengi dengan
iman dan kepercayaan terhadap Tuhan agar hidup kita tidak tersesat terhadap
hal-hal yang negatif dan tetap berada pada jalan yang diridhoi oleh Tuhan.